Setiap Orang Punya ‘Waktu’nya Masing-masing

Beberapa waktu yang lalu, Kak Maisya membuat tulisan yang rupanya Alhamdulillah goes viral tentang pertanyaan yang lebih susah dijawab daripada soal ujian masuk ITB, “Udah ‘isi’?”. Buat yang belum baca, ini linknya https://maisyafarhati.wordpress.com/2015/09/19/udah-isi/. Ternyata banyak yang merasa sehati dengan tulisan Kak Maisya tersebut (termasuk saya). Tadinya saya mau menanggapi dengan membuat postingan status di fb sekaligus ngeshare link-nya Kak Maisya. Tapi sepertinya sayang kalau curhatan saya ini nantinya akan susah saya cari di kemudian hari, jadi saya memutuskan menuliskannya di blog saya saja.

Pengalaman Saya

Alhamdulillah Allah pun memberi saya pengalaman sering pernah ditanya pertanyaan serupa. Di antara peristiwa-peristiwa yang pernah saya alami, sejujurnya ada beberapa peristiwa yang cukup lucu dan membuat saya jadi senyum-senyum sendiri kalau ingat, namun juga memberi saya pelajaran agar saya tidak menanyakan atau mengeluarkan kalimat serupa kepada siapa pun suatu saat nanti.

Suatu ketika, saya dan suami tengah menghadiri pernikahan seorang kawan. Di antara yang hadir tentu banyak teman-teman kami. Saya pun saat itu kumpul dengan temen-temen wanita, dan suami kumpul dengan temen-temen prianya.

Di antara temen yang saat itu sedang kumpul dan ngobrol-ngobrol, salah satu temen kami ada yang datang membawa baby-nya. Kami pun asik mengerubungi si baby yg lagi lucu-lucunya dan ngobrol dengan sang bunda tentang kelucuan-kelucuan si baby. Ujug-ujug, salah satu temen saya yang lagi ngumpul itu ada yg nyeletuk,

“Nadine pasti udah pengen banget ya (punya anak-red)?” dengan wajah mengasihani saya, di depan banyak temen-temen yang lain itu yang lagi ngerubungin si baby.

Saya saat itu langsung melongo karena bingung mau jawab apa. Dalam sepersekian detik otak saya mencoba memproses, kenapa dia harus bertanya dengan wajah seperti itu ya? Apa mungkin dia berekspresi seperti itu untuk menunjukkan empati karena saya belum punya anak? Tapi bukankah itu adalah empati yang tidak semestinya diungkapkan (terutama di depan banyak orang)? Kalau saya boleh kasih contoh yang serupa, misal Anda adalah seseorang yang belum menikah. Saat itu Anda datang ke pernikahan teman Anda, dan Anda sedang berkumpul dengan teman-teman lainnya. Lalu salah seorang teman Anda nyeletuk, “Kamu pasti udah pengen banget nikah ya?” dengan wajah mengasihani Anda. Bingung ga sih harus jawab apa atau bereaksi seperti apa? Begitulah perasaan saya saat itu. Ya saya pengen punya anak, ga perlu ada embel-embel ‘banget’, ya cuma pengen, titik. Dan bukankah saya juga tidak dapat melawan takdir Allah seberapa pun kepengennya saya?

Manusia semakin dewasa semakin menyembunyikan perasaannya. Tidak seperti bayi yang dengan mudah mengungkapkan keinginannya, manusia dewasa cenderung memilih kepada siapa ia akan berbagi. Apalagi jika meminjam istilah Kak Maisya tentang “lingkaran pertemanan”, ketika kita sedang berada di kerumunan temen-temen yang sebetulnya hanya teman biasa, tentu kita tidak merasa perlu curhat apa yang kita rasakan kepada mereka. Saat itu, tidak mungkin kan saya jawab, “Ya pengen sih, tapi ga pake banget juga, biasa aja,” di depan semua temen tersebut. Atau ga mungkin juga saya jawab, “Nggak pengen-pengen banget, biasa aja,” karena jawaban-jawaban tersebut mungkin dapat terlihat kurang ramah atau arogan. Akhirnya saya cuma bisa jawab dengan jawaban default, “Doakan saja,” sambil tersenyum canggung.

Pertanyaan Selanjutnya

Peristiwa lainnya, saat itu saya dan seorang teman yang sedang mengandung bertemu dengan seorang teman yang sudah lama tidak berjumpa. Melihat teman saya yang sedang mengandung, tentu saja teman lama tersebut bertanya-tanya kabar kandungan teman ini. Di tengah-tengah asik ngobrol, tiba-tiba sang teman lama bertanya ke saya,

“Kalau Nadine sudah ‘isi’ belum?”

Sebenarnya wajar saja kok teman lama menanyakan kabar kita yang sudah lama tidak bertemu. Saya pun juga tidak serta-merta sensi begitu ditanya pertanyaan demikian, maka langsung saja saya jawab dengan santai, “Belum, hehe.”

Kemudian sang teman lama melanjutkan, “Padahal duluan Nadine kan ya yang nikah?”

Kembali lagi otak saya bingung memproses kalimat teman lama saya ini harus saya beri reaksi apa >_< Oke, mari kita berpikir positif dahulu. Mungkin karena sudah lama tidak bertemu, beliau memang lupa siapa yang duluan nikah, dan pertanyaan tersebut murni hanya untuk konfirmasi saja. Tapi..tapi..memangnya kenapa masalah siapa yang duluan nikah berhubungan dengan sudah “isi” atau belum? >_<

Kalau saya boleh kasih contoh lain yang serupa lagi, apakah orang yang terlahir duluan pasti juga akan “berpulang” duluan? Siapa yang menikah duluan dan siapa yang punya anak duluan itu tidak ada hubungan kronologisnya, sama seperti lahir dan wafatnya manusia di bumi ini. Semuanya sudah tertulis bahkan sebelum tiap individu dari kita ditiupkan ruhnya ke rahim ibu kita. Kita hanya manusia yang begitu lemah, yang tidak sanggup mempercepat atau memperlambat datangnya takdir kita.

Terkadang, bisa dibilang sebenarnya bagian yang paling horor sulit itu adalah pertanyaan selanjutnya dari pertanyaan “Udah isi?” tadi. Terkadang ada yang melanjutkan dengan, “Kenapa kok belum isi juga?” atau “Kapan dong mau mulai?”

Pertanyaan yang Tidak Dapat Dijawab

Terkait dengan “pertanyaan selanjutnya” di atas, ketika seseorang dihadapkan dengan kalimat “Kenapa kok belum isi juga?”, “Kapan hamil?”, atau “Kapan nyusul si fulanah?” misalnya, most likely orang tersebut juga tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Orang tersebut juga sama tidak tahunya dengan penanya, kapan takdir Allah untuk menitipkan rejeki berupa keturunan akan datang kepada dia. Walaupun sebagai penanya mungkin merasa tidak ada yang serius dari pertayaan itu, atau hanya basa-basi semata, belum tentu yang ditanya juga merasa santai. Apalagi mengingat yang bertanya tak hanya satu dua orang, mungkin dia tiap minggu ditanya pertanyaan serupa oleh orang yang berbeda. Apakah kita tega membuat saudara kita sendiri gundah gulana hatinya karena satu kalimat “ringan” dari kita?

Pertanyaan yang Tidak Ingin Dijawab

Contoh kalimat lainnya yang biasanya sepaket sama kalimat “Udah isi?” tadi misalnya “Kapan mau mulai?” atau “Kapan mulai memprogramnya?” Tentu saja ini pertanyaan yang tak semua orang ingin menjawabnya. Tak semua orang merasa perlu menceritakan rencana-rencananya kepada siapa pun. Banyak sekali orang yang lebih suka berecana dalam diam, yang lebih suka tidak menggembar-gemborkan harapannya. Karena toh seberapa pun kita berusaha, pada akhirnya takdir Allah-lah yang akan berlaku kan?

Masalah kapan mulai pemrograman, saya rasa setiap orang tidak perlu melakukan progress report tentang ‘program’ yang satu ini. Kecuali saya, terpaksa saya progress report rutin ke Sensei tentang program yang saya buat (saya mahasiswa jurusan computer science-red) *abaikan* 😀

Bentuk Perhatian dan Doa

Ah, mungkin saya saja yang baper dengan kalimat-kalimat tersebut. Sebenarnya kawan-kawan tersebut hanya care saja dengan kita dan ingin mengetahui kabar kita. Masalah bagaimana kepedulian mereka terwujud dalam bentuk kalimat sebenarnya tidak perlu terlalu diambil hati.

Namun, apakah kita lupa bahwa jika kita benar-benar peduli, tidak mungkin kita bertanya-tanya hal pribadi di depan orang banyak. Jika kita benar-benar ingin tahu kabar teman lama kita, tanyakanlah hanya kepada dia saat tak ada orang lain. Jika kita benar-benar berharap yang terbaik bagi teman kita, doakanlah ia dalam diam. Bukankah doa yang terkabul itu adalah ketika kita mendoakan saudara kita sedangkan mereka tidak mengetahuinya?

Alhamdulillah, Allah benar-benar mengaruniai saya dengan teman-teman yang baik. Seorang senior yang sudah lama tidak saling berkabar pernah menjapri saya via Line, menanyakan kabar apakah saya sudah hamil atau belum. Saat saya jawab belum, beliau mendoakan dengan berkata, “Semoga Nadine hamil di saat yang tepat ya.” Masya Allah, rasanya adem sekali didoakan seperti itu. Karena kita tidak pernah tahu kan saat yang tepat buat kita itu kapan, sedangkan Allah tidak pernah salah menentukan takdirnya.

Di kesempatan lain, seorang sahabat juga pernah mendoakan, “Semoga Nadine bisa menjadi madrasah terbaik buat anak-anaknya kelak, ya.” Masya Allah, tidak ada yang lebih saya inginkan selain mengamini doa ini. Tidak penting sekarang atau nanti, yang terpenting saat kita dititipkan rejeki berupa keturunan, kita dapat mendidik dan memberikan yang terbaik buat anak-anak kita, ya kan?

*****

Alhamdulillah, selama dua tahun pernikahan ini, Allah memberi saya berbagai macam pengalaman yang tak semua orang mungkin pernah mengalaminya. Mengingat masa-masa LDR membuat saya bersyukur hanya dengan keberadaan suami saya dalam jarak pandang saya, membuat saya lebih mudah bersyukur asalkan bisa bertemu suami saya. Kemudian setelah lima bulan akhirnya bisa bersama, Allah masih memberi kami rejeki berupa waktu untuk mengenal lebih dekat satu sama lain tanpa adanya pihak ketiga (anak-red). Ternyata banyak sekali yang belum saya ketahui tentang suami saya padahal sudah dua tahun menikah 🙂 Dan dengan ini pula, ketika tiba saatnya nanti si dia hadir di antara kami, insya Allah kami tidak akan take his/ her presence for granted 🙂

Setiap orang punya ‘waktu’nya masing-masing, yang berbeda-beda satu sama lain. Dan ‘waktu’ ini terkait sangat erat dengan urusan takdir-Nya. Jika guratan takdir kita layaknya sebuah buku, tidakkah lebih indah jika kita nikmati halaman per halaman kisah yang tertulis di dalamnya dengan penuh syukur, seakan kita tak ingin sebuah novel yang teramat seru berakhir? 

 

Advertisement

8 thoughts on “Setiap Orang Punya ‘Waktu’nya Masing-masing

  1. Halo 😀

    Istri saya juga pernah ditanyakan hal yang sama, sampai sedih sendiri gt. Yah, yang terbaik jangan di baper in aja. You’ll get there in time.

  2. Semangat kak!!!
    Nikmati kebersamaan dengan suami. Kelak anak kak nadine bakal bangga punya ortu keren yg udah menjelajah Jepang jg 🙂
    Doakan kami menyusul…
    Kak, boleh minta no WA?
    Kirim ke email saya ya kak… pengen tanya2 tentang monbusho 🙂
    email saya: kartika030690@gmail.com
    Trmksh

    1. Aamiin. Terima kasih. Kalau mau tanya-tanya tentang monbusho boleh di sini saja, supaya siapa tau ada yang punya pertanyaan serupa jadi bisa tahu jawabannya juga ^_^

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: