Selain pengalaman di kedai waktu itu (bisa dibaca di sini), ada satu lagi pengalaman yang saya alami ketika tahun lalu saya berkesempatan melancong ke negara yang minoritas umat Muslim-nya.
Part 2: Di Jepang
Banyak yang bilang, kita belum ngerasain sulitnya mempertahankan ke-istiqamah-an beragama jika belum pernah mengunjungi negara di mana umat Muslim menjadi minoritas. Atau mengunjungi negara yang katanya negara Islam, tapi urusan agama dipisahkan dari urusan kehidupan sehari-hari. Alhamdulillah kita tinggal di negara yang memberikan kebebasan bagi warganya untuk menjalankan perintah agama masing-masing. Salah satunya adalah memakai jilbab (dan seluruh perlengkapan menutup aurat lainnya) bagi seorang muslimah.
Nah langsung masuk ke inti ceritanya, ya 😀
Alhamdulillah tahun lalu saya diberikan kesempatan oleh Allah untuk mengunjungi negara ini demi mengikuti sebuah konferensi pemuda Internasional. Di Jepang penganut agama Islam sudah cukup banyak, namun kebanyakan adalah pendatang. Namun alhamdulillahnya, Jepang bukanlah negara yang rasis. Dalam artian, saya sama sekali tidak mendapat kesulitan dalam mengurus perjalanan ke sana (bisa dibaca di sini dan di sini) maupun selama berada di sana juga tidak didiskriminasi karena pakaian saya. Di jalan pun, tidak ada yang memandang saya dari atas sampe bawah dengan pandangan aneh. I bet, mungkin karena waktu itu saya berkeliarannya hanya di sekitaran Tokyo yang mana pendatangnya buanyak banget, jadi sepertinya penduduk Tokyo memang tidak merasa asing dengan warga negara asing. hehe 😀
Suatu hari, saya sedang berada di stasiun Nishi Chiba sendirian menunggu ketiga temen saya yang lain (mereka adalah ini, ini, dan ini). Waktu lagi ngelamun sambil melihat ke arah luar stasiun, tiba-tiba saya sekilas melihat sesosok wanita berjilbab yang lewat. Dan saat saya melihatnya, dia pun seperti memandang ke saya.
Tidak berapa lama kemudian, dia pun masuk ke stasiun. Saat itu kami sama-sama memandang satu sama lain (kalo di sinetron ini pasti udah jadi adegan slow motion).
Dan tiba-tiba, dia senyum ceria banget trus bilang: “Assalamu’alaykum”
Saya pun otomatis senyum juga sambil menjawab: “Wa’alaykum salam”
Waahh, itu rasanya….. sesuatuuu banget. Bisa ketemu saudara seiman di tengah belantara hutan raya *nggak ding lebay. Sayangnya waktu itu dia lagi jalan buru-buru, mungkin sudah terlambat untuk menghadiri suatu janji. Jadi kami nggak sempet ngobrol lebih jauh. Tapi dari wajahnya, sepertinya dia orang melayu. Kalo nggak Indonesia, mungkin Malaysia. Coba aja waktu itu dia atau saya belum berkerudung, mungkin kami hanya akan saling memandang karena merasa se-etnis, namun salam yang mengandung doa yang luar biasa di atas takkan terucap dari bibir kami. Senangnya bisa saling mendoakan walaupun tidak saling mengenal 🙂
Nah kejadian ini tidak hanya berlangsung sekali.
Di waktu yang lain, saya dan temen-temen saya lagi mau naik kereta menuju suatu tempat (saya lupa tepatnya dari mana mau ke mana). Beberapa menit kemudian kereta yang mau kami naiki datang. Saat itu keadaan kereta cukup penuh, sudah banyak penumpang yang berdiri. Begitu memasuki kereta tersebut, tiba-tiba mata saya langsung menangkap sosok berjilbab sedang duduk di kursi, hanya berjarak 2 meter dari tempat saya berdiri. Dan yaahh karena perempuan berjilbab itu jarang terlihat berlalu lalang di jalanan Jepang, otomatis juga dia sepertinya langsung menangkap sosok saya yang baru masuk kereta. Dan lagi-lagi kami pun berpandangan.
Kali ini sosok wanita tersebut bukan dari etnis Melayu, melainkan Arab. Dari cara berjilbabnya yang diikat di leher, nampaknya sih dia orang Turki, tapi mungkin bisa juga yang lain.
Saat itu kami berpandangan agak lama dan canggung. Mungkin karena merasa seiman namun berbeda etnis, jadi bingung mau ngapan. Dan karena dia tak kunjung tersenyum, akhirnya saya yang senyum duluan. Dan dia pun membalas dengan senyum kecil, lalu kembali asik mengobrol dengan temannya yang sepertinya orang Jepang.
Wah senangnya bertemu saudari seiman secara tidak sengaja seperti ini. Dan lebih senang lagi karena kita bisa menidentifikasinya dengan jilbab yang kita kenakan. Saat itu lagi-lagi saya teringat dengan ayat Allah ini:
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)
Wahai ukhtii yang belum sempat kukenal, semoga kita bertemu di surga-Nya kelak ya 🙂